A. Pengertian
1. Pelayanan
Secara etimologis, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menyatakan pelayanan ialah ”usaha melayani
kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan
kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan
tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991:14) menyatakan
karakteristik pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan
sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan
pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
c. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan
secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.
Karakteristik tersebut dapat menjadi
dasar pemberian pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow
dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa
saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.
Pelayanan publik yang dimaksud dalam
Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik
(Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan
hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan
atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.”
Ada tiga fungsi pelayanan umum (publik)
yang dilakukan pemerintah yaitu environmental service, development
service dan protective service. Pelayanan oleh pemerintah juga
dibedakan berdasarkan siapa yang menikmati atau menerima dampak layanan baik
individu maupun kelompok. Konsep barang layanan pada dasarnya terdiri dari
barang layanan privat (private goods) dan barang layanan kolektif (public
goods).
2. Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan terjemahan
istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan
terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan
standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.
Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat
yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat. Agenda perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam
Nurhasyim, 2004:16) menyatakan bahwa pelayanan prima adalah:
a.
Pelayanan yang
terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b.
Pelayanan prima
ada bila ada standar pelayanan.
c.
Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang
belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang
mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan
secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan
internal.
Sejalan dengan hal itu pelayanan prima
juga diharapkan dapat memotivasi pemberi layanan lain melakukan tugasnya dengan
kompeten dan rajin. ”Excellent Service in the Civil Service refers to service
discharged by a civil servant that exceeds the requirements of normal
responsibilities for the post in terms of quality or output. The
service is exemplary and motivates other civil servants to discharge their
duties diligently and competently.” (http.www.mampu.gov.my,1993).
Pelayanan umum dapat diartikan memproses pelayanan kepada masyarakat / customer,
baik berupa barang atau jasa melalui tahapan, prosedur,
persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan
untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam
organisasi.
Pelayanan
Prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan/masyarakat
memerlukan persyaratan bahwa setiap pemberi layanan yang memiliki kualitas
kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi
profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi
3. Standar Pelayanan.
Standar pelayanan merupakan ukuran yang
telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Standar pelayanan
mengandung baku mutu pelayanan. Pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis
(Sutopo dan Suryanto, 2003:10) merupakan kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pihak yang menginginkannya.
Dalam teori pelayanan publik, pelayanan
prima dapat diwujudkan jika ada standar pelayanan minimal (SPM). SPM (http://www.unila.ac.id/~fisip-admneg/mambo-,
2007) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji
dari penyelenggara negara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas.
Dalam Rancangan Undang Undang Pelayanan
Publik (Republik Indonesia, 2007:7) standar pelayanan ini setidaknya-tidaknya
berisi tentang: dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan, waktu
penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana,
kompetensi petugas pemberi pelayanan, pengawasan intern, penanganan pengaduan,
saran dan masukan dan jaminan pelayanan.
Jika suatu instansi belum memiliki
standar pelayanan, maka pelayanan disebut prima jika mampu memuaskan pelanggan
atau sesuai harapan pelanggan. Instansi yang belum memiliki standar pelayanan
perlu menyusun standar pelayanan sesuai tugas dan fungsinya agar tingkat
keprimaan pelayanan dapat diukur. Kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu
ukuran berkualitas atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparat
birokrasi pemerintah. Bersandarkan pada SPM ini, seharusnya pelayanan publik
yang diberikan (pelayanan prima) oleh birokrasi pemerintah memiliki ciri
sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan strategis melalui Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 (Menpan, 2003:2)
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraaan Pelayanan Publik yang meliputi
Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian Waktu, Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab,
Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Kemudahan Akses, Kedisiplinan, Kesopanan dan
Keramahan serta Kenyamanan. Inilah potret pelayanan publik dambaan setiap warga
masyarakat Indonesia setelah munculnya gerakan reformasi 1998
4. Barang Layanan
Barang layanan dapat dibagi menjadi
empat kelompok (Savas dalam Sutopo dan Suryanto, 1987:10-12) :
a. Barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersifat
pribadi. Barang privat (private goods) ini tidak ada konsep tentang
penyediaannya, hukum permintaan dan penawaran sangat tergantung pada pasar,
produsen akan memproduksi sesuai kebutuhan masyarakat dan bersifat terbuka.
Penyediaan barang layanan yang bersifat barang privat ini dapat mengikuti hukum
pasar, namun jika pasar mengalami kegagalan dan demi kesejahteraan publik, maka
pemerintah dapat melakukan intervensi.
b. Barang yang digunakan bersama-sama dengan membayar biaya penggunaan (toll
goods). Penyediaan toll goods dapat mengikuti hukum pasar di mana
produsen akan menyediakan permintaan terhadap barang tersebut. Barang seperti
ini hampir sama seperti barang privat. Penyediaan barang ini di beberapa negara
dilakukan oleh negara sehingga merupakan barang privat yang dikonsumsi secara
bersama-sama.
c. Barang yang digunakan secara bersama-sama (collective goods).
Penyediaannya tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar. Barang ini
digunakan secara terus-menerus, bersama-sama dan sulit diukur tingkat
pemakaiannya bagi tiap individu sehingga penyediaannya dilakukan secara
kolektif yaitu dengan membayar pajak.
d. Barang yang digunakan dan dimiliki umum (common pool goods).
Penyediaan dan pengaturan barang ini dilakukan oleh pemerintah karena pengguna
tidak bersedia membayar untuk penggunaannya.
Keempat jenis barang di atas dalam
kenyataannya sulit dibedakan karena setiap barang tidak murni tergolong ke
dalam karakteristik suatu jenis barang secara tegas.
Barang yang bersifat publik murni (pure
public goods) biasanya memiliki tiga karakteristik (Olson dan Rachbini
dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:12):
a. Penggunaannya tidak dimediasi oleh
transaksi bersaing (non-rivalry) sebagaimana barang ekonomi biasa;
b. Tidak dapat diterapkan prinsip
pengecualian (non-excludability);
c. Individu yang menikmati barang
tersebut tidak dapat dibagi yang artinya digunakan secara individu (indisible).
5. Proses Pelayanan
Pelayanan merupakan suatu proses.
Proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan kemudian
diberikan kepada pelanggan. Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
(Gonroos dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:13):
a. Core service
Core service adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai produk utamanya. Misalnya untuk hotel berupa penyediaan
kamar. Perusahaan dapat memiliki beberapa core service, misalnya
perusahaan penerbangan menawarkan penerbangan dalam negeri dan luar negeri.
b. Facilitating service
Facilitating service adalah fasilitas pelayanan tambahan kepada pelanggan.
Misalnya pelayanan “check in” dalam penerbangan. Facilitating service merupakan
pelayanan tambahan yang wajib.
c. Supporting service
Supporting service adalah pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai
pelayanan atau membedakan dengan pelayanan pesaing. Misalnya restoran di suatu
hotel.
Janji pelayanan (service offering)
merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan penjual
(penyedia layanan). Pelayanan meliputi berbagai bentuk. Pelayanan perlu
ditawarkan agar dikenal dan menarik perhatian pelanggan. Pelayanan yang
ditawarkan merupakan “janji” dari pemberi layanan kepada pelanggan yang wajib
diketahui agar pelanggan puas.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan pelayanan prima adalah
memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan atau
masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima
dalam sektor publik didasarkan pada aksioma bahwa “pelayanan adalah
pemberdayaan”. Pelayanan pada sektor bisnis berorientasi profit, sedangkan
pelayanan prima pada sektor publik bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat
secara sangat baik atau terbaik.
Perbaikan pelayanan sektor publik
merupakan kebutuhan yang mendesak sebagai kunci keberhasilan reformasi
administrasi negara. Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat, bukan
memperdayakan atau membebani, sehingga akan meningkatkan kepercayaan (trust)
terhadap pemerintah. Kepercayaan adalah modal bagi kerjasama dan partisipasi
masyarakat dalam program pembangunan.
Pelayanan prima akan bermanfaat bagi
upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai
pelanggan dan sebagai acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan. Penyedia
layanan, pelanggan atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan akan
memiliki acuan tentang bentuk, alasan, waktu, tempat dan proses pelayanan yang
seharusnya.